That’s
hope
Menunggu itu memang membosankan untuku, apalagi
menunggu terlalu lama karena aku tidak suka dengan hal yang tidak pasti. Egois
memang tapi menurut ku egois ku ada alasannya.
Oya.. nama ku listin sekarang umurku 22 tahun aku
bekerja di suatu perusahaan di Jakarta, gajiku lumayan cukup untuk membiayai
diriku sendiri termasuk membantu orang tua ku.
Setaip pagi aku harus pergi pagi-pagi dari rumah
dengan sepeda motorku, aku bukan orang kaya tapi orang tua ku mengajarkan aku
untuk menjadi seseorang yang kaya hati, berbakti kepada orang tua dan tak lupa
selalu beribadah kepada Allah swt.
“kkkkkkkrrrrrrrrrrrrrrriiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnnnnngggggggggggg”
jam di kamarku berbunyi, menunjukan jam 05:00 wib
Seperti biasa aku bangun, mandi lalu shalat subuh.
“ sarapan dulu “ ibuku mengajaku
“ iya bu” jawabku
Aku pun sarapan bersama adiku Nia yang masih duduk
di bangku sekolah pertama.
“ pergi dulu yah bu, kak “ suara pamit adiku
Dia memang menyebalkan tapi aku sangat sayang
padanya, wajar mungkin kakak sama adik bertengkar tapi apakah masih pantas
seumuran ku masih saja bertengkar dengan adiku hingga lari-lari keliling rumah,
aneh sih tapi itu yang terjadi.
Jam sudah menunjukan 06:30 wib, sudah saat nya aku
berangkat ke kantor, sebenarmya kantor masuknya jam 08:00 wib tapi karena macet
jadi harus berangkat pagi-pagi walau jarak dari rumah ke kantor tidak jauh.
“ aduuhh untungnya belum terlambat padahal macet
banget tadi “ gumamku sendiri sambil menghela nafas.
“ namanya juga Jakarta” sahut di belakang ku
Ternyata itu Wina teman kantorku, wanita yang baik,
mandiri , pintar itulah dia menurutku.
“ lah win baru datang? “ tanyaku
“ iya neh lis macet banget pagi ini “ jawab wina
dengan wajah lesu.
Masuklah aku ketempat kerjaku terlihatlah tumpukan
kertas yang menumpuk yang seakan-akan mengedipkan matanya kepadaku seperti
sedang mengejku.
“ya ampuunnn.. kerjaan banyak banget” gumamku lesu
Tiba-tiba handphone ku berbunyi terlihatlah ada
pesan, kulihat ternyata itu pesan dari Arif dia menanyakan “ kamu udah di
kantor? Kok ga ada kabar?”
Ya ampun aku baru ingat aku belum memberikan Arif
kabar, karena terbiasa setiap hari aku SMS dia kasihg kabar tapi hari ini aku
lupa karena memikirkan tugas yng menumpuk, itulah jelekny aku ketika terfokus
pada satu hal maka hal yang lain akan gampang untuk terlupakan.
“ maaf rif aku ga sempat SMS, aku udah di kantor
tadi macet dan kerjaan aku juga banyak, km udah di kantor?” handphone ku
meunjukan deliv artinya pesan terkirim.
Bebrapa menit kemudian sambil aku mngerjakan tugasku
berbunyilah handphone ku, ada balasan dari Arif.
“ iya gpp, aku udah di kantor kerjain aja kerjaan
kamu dulu yah” itulah jawaban dari Arif.
Sambil mengerjakan tugasku aku teringat dulu pertama
aku bersamanya.
Arif itu seseorang yang berarti untuku, dulu saat
aku bertemu dengan nya adalah ketika aku dan dia masih kuliah, saat kelas 1
kita sekelas ya hanya sebatas kenal saja karena saat itu aku masih tak bisa
membuka hati.
Setelah waktu berlalu cepat pada semester 7 tidak
sengaja kita bertemu di kampus, yah kita flashback aja cerita tentang masa lalu
yang dulu masih satu kelas, akhirnya dia meminta no handphone ku sekedar
menyambung silaturahmi dan dapat bertukar pikiran yang kebetulan saat itu kita
lagi di sibukan dengan skripsi dan sidang.
Setiap harinya bila ada waktu kita bertemu, bertukar
pikiran dan waktu terus berjalan pada akhirnya Arif menyatakan bahwa dia
menyukaiku, entah bagaimana aku menjelaskan nya tapi setiap kali aku jalan
dengan nya ada sesuatu hal yang berbeda , akhirnya aku tahu bahwa dia dapat
membuka hatiku setelah sekian lama belum ada yang bisa membuka hati ku. Dan
pada akhirnya kita memutuskan untuk bersama dan menjalani ini dengan baik.
Hari terus berjalan, awalnya memang dia bersikap
biasa kepadaku seperti laki-laki yang
lain menurutku, dia selalu cerita tentang masa lalunya yang bisa di bilang
nakal karena dia pernah meminum minuman keras saat dulu tapi itu tak lama
sekarang dia memutuskan untuk berhenti, buat aku itu adalah masa lalu yang
penting adalah dia yang sekarang asalkan tidak melakukanya lagi.
Semua yang dia katakan aku percaya dan aku tak
menghiraukan itu karena aku pikir setiap orang mempunyai kesalahan dan bisa
berubah, ada satu hal yang terus aku tanyakan pada dia, yang mungkin itu
sesuatu hal yang mencengangkan buatku, tapi dia selalu bilang tidak tidak dan
tidak. Tapi entah kenapa untuk jawaban itu aku tak percaya dan pada akhirnya
dia mengatakan bahwa itu benar.
Betapa terpukulnya aku saat itu, sekian lama
berjalan jadi hanya kebohongan yang dia kasih, aku berusaha untuk percaya tapi
memang benar itu yang dia lakukan. Hanya bisa menangis aku saat itu di depan
matanya aku menangis kecewa, sakit hati campur aduk tapi aku tak bisa untuk
membenci dia rasa sayang yang ada masih teramat ada buat dia, aku benci diriku
sendiri saat itu kalau memang aku sakit hati seharusnya aku bisa membenci dia
tapi ini ngak.
Sebelumnya aku memang belum pernah merasakan hal
yang seperti ini, sebelumnya aku pun belum menjalani dengan seperti dia.
Aku masih ingat dulu perkataan ku, aku tak ingin
mempunyai seseorang yang aku sayangi adalah laki-laki yang nakal, pernah
mnyentuh minuman dan yng paling parah adalah mempermainkan perempuan.
Sedih rasanya kalau aku ingat itu, aku pikir aku
termakan omonganku sendiri yang sekarang terjebak oleh rasa terhadap laki-laki
yang tak pernah terbayang dalam benak ku. Ini menjadi perajaran untuku bahwa
memakai lidah untuk hal yang baik-baik saja apalagi sampai menjelek-jelekan
orang lain.
Aku selalu berdoa ya Allah jika memang dia untuku
tolong bantu aku untuk menuntun dia ke jalan yang lebih baik walaupun lama
setidaknya dia mengikuti dan aku bisa menjaga diriku sendiri, tapi jika memang
dia bukan untuku ku mohon jangan lah ada rasa sayang buat dia.
Banyak selisih diantara kita mungkin hingga sekarng
pun masih begitu tapi tidak separah saat ada di awal, aku bilang A dia bilang B
selalu begitu.
Dia selalu ingat tentang kesalahan ku yang menurutku
sepele tapi dia tak pernah mengingat kesalahan dia terhadapku, mungkin itulah
orang ibarat pepatah semut yang ada di ujung lautan bisa terlihat tapi gajah
yang ada di pelupuk mata tak terlihat.
Kadang masih terlintas di pikaranku tentang hidupnya
dia di masa lalu tentang apa yang dia lakukan masih ada lintasan pikiran aku
belum bisa menerima semua itu, tapi langsung aku buang jauh-jauh semua pikiran
ku karena aku pikir setiap orang berhak bahagia termasuk dia.
Dia selalu meragukan aku katanya aku tidak
menunjukan bahwa aku sayang padanya, aku terlalu cuek sama semuanya termasuk
dia. Mungkin memang iya aku cuek tapi lihat dulu dalam hal apa, setiap kali aku
menjelaskan pada dia hal yang dia tanyakan tapi jarang sekali dia tanggapi dia
memng sudah berfikir bahwa aku memang tak peduli padanya.
Banyak sekali hal yang aku ributkan denganya padahal
itu hal yang sepele, kadang ku bertanya entah kenapa aku di pertemukan oleh
seseorang yang seperti ini, tapi aku sayang padanya hingga membuatku meredam
rasa egoisku.
Banyak hal yang aku pelajari dari dia, dia bikan
hanya sekedar kekasih ku tapi dia juga dapat menjadi guru, sahabat, bahkan
musuhku itulah Arif dimataku.
Seandainya dia tahu apa sebenarnya perasaan aku
walaupun aku memang tidak bisa menunjukan nya karena buatku yang terpenting
adalah kesetiaan dan kejujuran.
Hujan
itu nyata terlihat walau tak bisa di genggam tapi terasa
Andai
kamu tahu apa yang aku rasa bahagianya aku
Salah
aku?
Entah...
tapi yang pasti tulus
Tanpa
melihat siapa dan apa
Tuhan
ku ingin dia mengerti
Ku
mohon ...
Banyak puisi yang aku goreskan untuk dia banyak
kenangan yang aku kenang untuk dia, dia Arif yang sekarang ada untuku.
“ haayyyooooo ngelamun aja” teriakan itu mengagetkan
ku
“ win ngagetin aja deh “ nyolotnya aku
“ lagian lu ngelamun aja bukanya kerjain tu kerjaan,
bos marah baru tau rasa dah lu.” Wina mengancam.
“ iya win iya ini mau di kerjain” jawabku
“ oke deh makanya jangan ngelamunin Arif terus entar
makan siang juga ketemu” sahut wina
“ so tau lu win” jawab singkat ku
Arif memang satu kantor dengan ku tapi kita tak satu
ruangan jadi hanya bisa ketemu saat makan siang, shalat dan pulang tapi bisa
juga ketemu di jam kerja kalau ada berkas yang harus dia kasih ke ruangan aku
tapi itu juga jarang, sekalinya bisa juga seberntar soalnya bosnya galak. Hhii
“ mau makan apa kamu?” tanya Arif di sampingku
“ gado-gado aja deh, kamu apa?” tanya ku balik
“ya udah aku nasi goreng aja yah” sahut Arif
Yah seperti biasa kita makan siang bersama,
memandang wajah nya saat makan adalah hobiku entah kenapa saat dia makan begitu
istimewanya dia untuku walaupun dia tak menyadari itu, Arif aku tau aku cuek di
mata kamu, aku tau aku gak peduli di mata kamu, tapi perlu kamu ketahui betapa
setiap harinya yang ada di pikiran aku adalah kamu, betapa berharapnya aku
kelak kamu bisa menjadi imam yang baik untuku dan keluargaku. Arif kapan kamu
bisa menyadari itu tanpa harus aku merasa canggung sama kamu karena aku takut
sikap yang aku lakukan di hadapan kamu menurut kamu salah, Arif aku sayang sama
kamu.
“ heyy bukanya di makan” kembali lamunanku buyar
“eh iya ini mau makan hhehehe” jawab ku cengengesan.
“ mikirin apa sih kamu “
“ngak kok ga mikirin apa- apa”
“kebiasaan ga mau cerita” sahut arif
“ bukanya aku ga mau cerita rif tapi yang aku
pikirkan itu kamu” dalam hati aku bergumam.
Tersadar dalam lamunanku ternyata waktu terus
berjalan mengikuti arus kehidupan, begitu pula aku dengan Arif akan kah kita
kelak akan bahagia atau tidak hanya waktulah yang menentukan semuanya. Tapi
satu hal yang aku percaya bahwa setiap orang bisa merubah dirinya menjadi lebih
baik untuk hidup nya dan orang-orang yang di sayangi.
Jadi teruslah berusaha untuk menjadi seseorang yang
lebih baik lagi, yakin bisa, pasti bisa dan bisa.