Ucapkanlah walau hanya satu kali
Sebut saja dia Arin, gadis yang berwajah
mulus, berambut hitam panjang agak ikal, berkulit putih,postur tubuh yang bagus
dan di tamabah dengan kecerdasan dan sikap dia yang baik membuat Arin menjadi
salah satu icon di sekolahnya, sekarang dia duduk di bangku sekolah menengah
umum di kelas XI.
Dari apa yang dia miliki tidak heran banyak
laki-laki baik teman, adik dan kakak kelasnya banyak yang ingin mengenalnya,
tapi Arin hanya tertuju pada satu laki-laki y6ang menurutnya berbeda.
Sebut saja Ari satu angkatan dengan Arin namun
mereka belum pernah satu kelas, menurut Arin Ari adalah laki-laki yang paling
cuek terhadapnya tidak seperti yang lainnya.
Bermula dari MOS sekolah dulu, Arin sempat
pingsan karena fisik dia tidak kuat di situ ada Ari yang menolongnya seorang
diri menggendong dari lapangan hingga ruang UKS, tidak sempat untuk
berterimakasih karena Ari pergi berlalu meninggalkan Arin yang terkulai lemah
di atas tempat tidur tapi Arin tahu bahwa Ari telah meolongnya. Sampai sekarang
jika Arin mengucapkan terimakasih Ari selalu menghindar. “kenapa?” itu
pertanyaan dalam benak Arin selama ini.
Hari pun terus berganti tak terasa kini Arin
dan Ari sudah berada di kels XII yang sebentar lagi akan mengalami perpisahan.
Terlihat di pojok koridor kelas ada seseoarang
yang sedang diam di bangku depan kelas termenung sendiri yang keliatan sangat
gelisah, seperti mencoba untuk tenang tapi tak bisa kakinya terus hentakan
kelantai berulang-ulang kali dengan jangka waktu yang cepat ketika pikirannya
melayang sejenak tiba-tiba “Ari” sambil menepuk bahu, sontak Ari pun kaget.
“Rudi?” kata yang keluar dari mulut Ari
“kenapa sob? Di liatin gelisah banget...”
jawab Rudi
“bentar lagi perpishan”hanya itu yang keluar
bukan jawaban yang Rudi tanyakan.
“iya lah” singkat Rudi
“ada hal yang mesti di selesaikan dengan dia”
“hah?dia?siapa?” kaget Rudi
“dia yang buat aku gelisah selama sekolah di
sini, mungkin aku munafik di hadapannya tapi ku rasa itu yang terbaik karena
aku merasa tak pantas untuknya. Sesungguhnya ku ingin mengenalnya”
“oh.. cewe” singkat Rudi cengengesan
“ya.. cewe yang bisa buat aku munafik selama
bertahun-tahun”
“sebelum telat lebih baik bilang sama dia
tentang perasaan mu itu, yang penting dia tahu apa yang kamu rasakan selama ini,
masalah respon dia urusan belkangan”.
Ari hanya menganggukan kepala atas perkataan
Rudi, lalu mereka lekas untuk pulang.
Seperti biasa Ari yang sedang di depan buku
pelajarannya setiap malam kini dia tidak sefokus malam kemarin, dia masih
terpikir oleh kata temannya. Perkataan temannya benar juga tapi dalam
pikirannya selalu bilang “pantaskah aku untuknya?” terlalu bingung untuk
memikirkan akhirnya dia putuskan untuk tidur malam ini.
Bel sekolah pun berbunyi saat gerbang mulai di
tarik oleh pak satpam saat murid-murid berlali mengejar waktu termasuk Ari dan
Arin dan untuk pertama kalinya Arin dan Ari bertabrakan hingga buku-buku yang
di bawa Arin berjatuhan. Mereka hanya saling meminta maaf tanpa berbicara
apa-apa lagi dan mereka menuju ke kelas masing-masing.
Waktu terus berjalan perasaan mereka semakin
menggebu untuk mengucapkan nya agar tidak menyesal kelak tapi mereka tidak ada
tindakan yang berarti. UAN pun berlangsung dengan hikmat dan tenang, dan dengan
hasil yang baik bahwa semua siswa di nyatakan lulus.
Sekolah mengadakan acara perpisahan untuk anak
kelas XII semua merasa sedih karena harus berpisah dengan guru,teman dan
sahabat, sungguh memilukan. Terlihatlah pada malam perpisaan itu Ari yang
sangat bingung sambil sesekali melhat sosok Arin tapi dia tetap tidak ingin
memulainya. Tapi mungkin memang harus mereka bertemu akhirnya saat Arin duduk
di bangku dengan refleks Ari duduk di sebelah Arin dan bilang “maafkan aku yang
baru bilang sekarang, rasanya tak pantas tapi perasaan ini terus membuat aku
gelisah tentang kamu, aku sayang padamu” dengan panas dingin Ari mengucapkanya.
Sontak Arin pun kaget tapi dia senang
mendengarnya dan bilang “sesungguhnya aku senang mendengarnya tapi ku sesali
kenapa baru saat ini kamu bilang, saat kita harus berpisah” dengan nada sedih
dan kecewa.
“maafkan aku karena selama ini aku tak punya
nyali untuk mengatakannya”
“ya, mungkin ini yang harus di jalani,
sesunggunya perasaan ku sama sepertimu seandainya kamu bilang dari dulu mungkin
kita akan menjalani dan bisa mengenal satu sama lain”
“jika memang kita di takdirkan untuk bersama
suatu saat nanti pun kita akan kembali bertemu”
“semoga saja”
“ya, tapi malam ini aku sangat senang karena
bisa mengucapkan hal ini walau hanya satu kali”.
“aku pun begitu, ucapan yang kamu ucapkan tadi
sangat indah bagiku, terimakasih telah memberikan kebahagiaan di perpisahan
ini”.
“perpisahan yang bahagia”
Hanya itu percakapan mereka di malam
perpisahan itu, mereka melanjutkan kuliah di universitas yang berbeda dan jauh
karena mereka melanjutkan kuliah di luar kota, di dalam hati mereka semoga kita
dapat bertemu kembali suatu saat nanti
untuk mengucapkan hal ini kembali walau hanya
satu kali.
Harapan yang indah semoga dapat terkabul
biarkan waktu yang menjawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar