Sabtu, 03 Desember 2011

cerpen


Ucapkanlah walau hanya satu kali



Sebut saja dia Arin, gadis yang berwajah mulus, berambut hitam panjang agak ikal, berkulit putih,postur tubuh yang bagus dan di tamabah dengan kecerdasan dan sikap dia yang baik membuat Arin menjadi salah satu icon di sekolahnya, sekarang dia duduk di bangku sekolah menengah umum di kelas XI.
Dari apa yang dia miliki tidak heran banyak laki-laki baik teman, adik dan kakak kelasnya banyak yang ingin mengenalnya, tapi Arin hanya tertuju pada satu laki-laki y6ang menurutnya  berbeda.
Sebut saja Ari satu angkatan dengan Arin namun mereka belum pernah satu kelas, menurut Arin Ari adalah laki-laki yang paling cuek terhadapnya tidak seperti yang lainnya.
Bermula dari MOS sekolah dulu, Arin sempat pingsan karena fisik dia tidak kuat di situ ada Ari yang menolongnya seorang diri menggendong dari lapangan hingga ruang UKS, tidak sempat untuk berterimakasih karena Ari pergi berlalu meninggalkan Arin yang terkulai lemah di atas tempat tidur tapi Arin tahu bahwa Ari telah meolongnya. Sampai sekarang jika Arin mengucapkan terimakasih Ari selalu menghindar. “kenapa?” itu pertanyaan dalam benak Arin selama ini.
Hari pun terus berganti tak terasa kini Arin dan Ari sudah berada di kels XII yang sebentar lagi akan mengalami perpisahan.
Terlihat di pojok koridor kelas ada seseoarang yang sedang diam di bangku depan kelas termenung sendiri yang keliatan sangat gelisah, seperti mencoba untuk tenang tapi tak bisa kakinya terus hentakan kelantai berulang-ulang kali dengan jangka waktu yang cepat ketika pikirannya melayang sejenak tiba-tiba “Ari” sambil menepuk bahu, sontak Ari pun kaget.
“Rudi?” kata yang keluar dari mulut Ari
“kenapa sob? Di liatin gelisah banget...” jawab Rudi
“bentar lagi perpishan”hanya itu yang keluar bukan jawaban yang Rudi tanyakan.
“iya lah” singkat Rudi
“ada hal yang mesti di selesaikan dengan dia”
“hah?dia?siapa?” kaget Rudi
“dia yang buat aku gelisah selama sekolah di sini, mungkin aku munafik di hadapannya tapi ku rasa itu yang terbaik karena aku merasa tak pantas untuknya. Sesungguhnya ku ingin mengenalnya”
“oh.. cewe” singkat Rudi cengengesan
“ya.. cewe yang bisa buat aku munafik selama bertahun-tahun”
“sebelum telat lebih baik bilang sama dia tentang perasaan mu itu, yang penting dia tahu apa yang kamu rasakan selama ini, masalah respon dia urusan belkangan”.
Ari hanya menganggukan kepala atas perkataan Rudi, lalu mereka lekas untuk pulang.
Seperti biasa Ari yang sedang di depan buku pelajarannya setiap malam kini dia tidak sefokus malam kemarin, dia masih terpikir oleh kata temannya. Perkataan temannya benar juga tapi dalam pikirannya selalu bilang “pantaskah aku untuknya?” terlalu bingung untuk memikirkan akhirnya dia putuskan untuk tidur malam ini.

Bel sekolah pun berbunyi saat gerbang mulai di tarik oleh pak satpam saat murid-murid berlali mengejar waktu termasuk Ari dan Arin dan untuk pertama kalinya Arin dan Ari bertabrakan hingga buku-buku yang di bawa Arin berjatuhan. Mereka hanya saling meminta maaf tanpa berbicara apa-apa lagi dan mereka menuju ke kelas masing-masing.
Waktu terus berjalan perasaan mereka semakin menggebu untuk mengucapkan nya agar tidak menyesal kelak tapi mereka tidak ada tindakan yang berarti. UAN pun berlangsung dengan hikmat dan tenang, dan dengan hasil yang baik bahwa semua siswa di nyatakan lulus.

Sekolah mengadakan acara perpisahan untuk anak kelas XII semua merasa sedih karena harus berpisah dengan guru,teman dan sahabat, sungguh memilukan. Terlihatlah pada malam perpisaan itu Ari yang sangat bingung sambil sesekali melhat sosok Arin tapi dia tetap tidak ingin memulainya. Tapi mungkin memang harus mereka bertemu akhirnya saat Arin duduk di bangku dengan refleks Ari duduk di sebelah Arin dan bilang “maafkan aku yang baru bilang sekarang, rasanya tak pantas tapi perasaan ini terus membuat aku gelisah tentang kamu, aku sayang padamu” dengan panas dingin Ari mengucapkanya.
Sontak Arin pun kaget tapi dia senang mendengarnya dan bilang “sesungguhnya aku senang mendengarnya tapi ku sesali kenapa baru saat ini kamu bilang, saat kita harus berpisah” dengan nada sedih dan kecewa.
“maafkan aku karena selama ini aku tak punya nyali untuk mengatakannya”
“ya, mungkin ini yang harus di jalani, sesunggunya perasaan ku sama sepertimu seandainya kamu bilang dari dulu mungkin kita akan menjalani dan bisa mengenal satu sama lain”
“jika memang kita di takdirkan untuk bersama suatu saat nanti pun kita akan kembali bertemu”
“semoga saja”
“ya, tapi malam ini aku sangat senang karena bisa mengucapkan hal ini walau hanya satu kali”.
“aku pun begitu, ucapan yang kamu ucapkan tadi sangat indah bagiku, terimakasih telah memberikan kebahagiaan di perpisahan ini”.
“perpisahan yang bahagia”
Hanya itu percakapan mereka di malam perpisahan itu, mereka melanjutkan kuliah di universitas yang berbeda dan jauh karena mereka melanjutkan kuliah di luar kota, di dalam hati mereka semoga kita dapat  bertemu kembali suatu saat nanti untuk mengucapkan hal ini kembali walau hanya  satu kali.
Harapan yang indah semoga dapat terkabul biarkan waktu yang menjawabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar